Masjid adalah syiar Islam dan Muslimin. Dimana ada Masjid, berarti disitu ada Muslimin. Masjid menunjukkan eksistensi keimanan dan hanya orang Mukmin lah yang terpaut hatinya untuk memakmurkan Masjid.
Rasuulullah صلى الله عليه وسلم menjanjikan bahwa barangsiapa yang membangun Masjid maka Allah سبحانه وتعالى akan membangunkan rumah untuknya di surga. Maka dari itu, mereka yang beriman pada Hari Akhir, Hari yang dikala itu harta dan keturunan tidaklah memberi guna kecuali bagi orang yang menghadap Allah سبحانه وتعالى dengan iman dan amal shalih. Oleh karena itu, seberapa pun harta yang dibelanjakan oleh seseorang untuk membangun Masjid, justru itulah harta yang akan ditemuinya di Hari Akhir nanti, bahkan dengan berlipat ganda.
حَدَّثَنِي هَارُوْنُ بْنُ سَعِيْدٍ اْلأَيْلِيُّ وَأَحْمَدُ بْنُ عِيْسَى قَالاَ حَدَّثَنَا اِبْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ بُكَيْرًا حَدَّثَهُ أَنَّ عَاصِمَ بْنَ عُمَرَ بْنِ قَتَادَةَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ عُبَيْدَ اللهِ الْخَوْلاَنِيَّ يَذْكُرُ:
أَنَّهُ سَمِعَ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ عِنْدَ قَوْلِ النَّاسِ فِيْهِ حِيْنَ بَنَى مَسْجِدَ الرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكُمْ قَدْ أَكْثَرْتُمْ وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَنْ بَنَى مَسْجِدًا ِللهِ تَعَالَى قَالَ بُكَيْرٌ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللهِ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
وَقَالَ اِبْنُ عِيْسَى فِي رِوَايَتِهِ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ
24 – (533)
Telah menceritakan kepadaku Harun bin Sa’id al-Aili dan Ahmad bin Isa keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Amru bahwa Bukair telah menceritakan kepadanya bahwa ‘Ashim bin Umar bin Qatadah telah menceritakan kepadanya bahwasanya dia mendengar Ubaidullah al-Khaulani menyebutkan bahwa dia mendengar Utsman bin Affan Radhiyallahu’anhu , dia berujar kepada orang banyak ketika membangun masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
Sekarang kamu telah banyak. Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam, bersabda, Siapa yang membangun masjid karena Allah -Bukair berkata, Seingatku beliau bersabda, Dengan maksud mencari wajah (ridho) Allah-, niscaya Allah membuatkan rumah di surga untuknya.
Ibnu Isa mengatakan dalam riwayatnya hadits semisalnya, Di dalam surga.
(Shahih Muslim 533-24)
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ ِلابْنِ الْمُثَنَّى قَالاَ حَدَّثَنَا الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْحَمِيْدِ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ مَحْمُوْدِ بْنِ لَبِيْدٍ:
أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ أَرَادَ بِنَاءَ الْمَسْجِدِ فَكَرِهَ النَّاسُ ذٰلِكَ فَأَحَبُّوْا أَنْ يَدَعَهُ عَلَى هَيْئَتِهِ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَنْ بَنَى مَسْجِدًا ِللهِ بَنَى اللهُ لَهُ فِي الْجَنَّةِ مِثْلَهُ
25 – (533)
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Muhammad bin al-Mutsannadan lafazh tersebut milik Ibnu al-Mutsanna, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Adh-Dhahhak bin Makhlad telah mengabarkan kepada kami Abdul Hamid bin Ja’far telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Mahmud bin Labid Radhiyallahu’anhu :
Bahwa Utsman bin Affan bermaksud hendak merenovasi masjid, tetapi dicegah oleh orang banyak. Mereka lebih suka membiarkan masjid itu sebagaimana adanya. Maka dia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam, bersabda : Siapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah membuatkan (rumah yang mulia) di surga untuknya seperti masjid itu
(Shahih Muslim 533-25)
Namun selain dari membangun fisik Masjid, hendaknya juga memperhatikan bagaimana agar Masjid itu menjadi makmur dengan ibadah dan syiar Islam lainnya.
أَنَّهُ سَمِعَ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ عِنْدَ قَوْلِ النَّاسِ فِيْهِ حِيْنَ بَنَى مَسْجِدَ الرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكُمْ قَدْ أَكْثَرْتُمْ وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَنْ بَنَى مَسْجِدًا ِللهِ تَعَالَى قَالَ بُكَيْرٌ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللهِ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
وَقَالَ اِبْنُ عِيْسَى فِي رِوَايَتِهِ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ
24 – (533)
Telah menceritakan kepadaku Harun bin Sa’id al-Aili dan Ahmad bin Isa keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Amru bahwa Bukair telah menceritakan kepadanya bahwa ‘Ashim bin Umar bin Qatadah telah menceritakan kepadanya bahwasanya dia mendengar Ubaidullah al-Khaulani menyebutkan bahwa dia mendengar Utsman bin Affan Radhiyallahu’anhu , dia berujar kepada orang banyak ketika membangun masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
Sekarang kamu telah banyak. Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam, bersabda, Siapa yang membangun masjid karena Allah -Bukair berkata, Seingatku beliau bersabda, Dengan maksud mencari wajah (ridho) Allah-, niscaya Allah membuatkan rumah di surga untuknya.
Ibnu Isa mengatakan dalam riwayatnya hadits semisalnya, Di dalam surga.
(Shahih Muslim 533-24)
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ ِلابْنِ الْمُثَنَّى قَالاَ حَدَّثَنَا الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْحَمِيْدِ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ مَحْمُوْدِ بْنِ لَبِيْدٍ:
أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ أَرَادَ بِنَاءَ الْمَسْجِدِ فَكَرِهَ النَّاسُ ذٰلِكَ فَأَحَبُّوْا أَنْ يَدَعَهُ عَلَى هَيْئَتِهِ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَنْ بَنَى مَسْجِدًا ِللهِ بَنَى اللهُ لَهُ فِي الْجَنَّةِ مِثْلَهُ
25 – (533)
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Muhammad bin al-Mutsannadan lafazh tersebut milik Ibnu al-Mutsanna, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Adh-Dhahhak bin Makhlad telah mengabarkan kepada kami Abdul Hamid bin Ja’far telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Mahmud bin Labid Radhiyallahu’anhu :
Bahwa Utsman bin Affan bermaksud hendak merenovasi masjid, tetapi dicegah oleh orang banyak. Mereka lebih suka membiarkan masjid itu sebagaimana adanya. Maka dia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam, bersabda : Siapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah membuatkan (rumah yang mulia) di surga untuknya seperti masjid itu
(Shahih Muslim 533-25)
Namun selain dari membangun fisik Masjid, hendaknya juga memperhatikan bagaimana agar Masjid itu menjadi makmur dengan ibadah dan syiar Islam lainnya.
Jangan sampai keberadaan mesjid ini hanya sekedar menjadi simbol kemegahan yang menjadi tempat wisata, tempat jalan-jalan tanpa memberi kesan sebagai tempat suci, tempat mendekatkan diri dengan sang kholik. Rasanya, akan menjadi sia-sia, bila hanya di tujukan untuk prestise, bukan menjadi tempat untuk memupuk rasa iman dan takwa. Akan menjadi sia-sia pula bila masyarakat sekitar merasakan Masjid menjadi bangunan kebanggaan, sebatas itu saja.
Memperindah, menghias, bermegah-megahan dalam membangun masjid serta
membangga-banggakannya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berasabda.
“Artinya : Tidak akan datang kiamat sehingga manusia
bermegah-megahan dalam membangun masjid” [Musnad Ahmad 3 : 134 dengan
catatan pinggir Muntakhab Kanzul Ummal. Al-Albani berkata “Shahih”.
Lihat : Shahih Al-Jami’ush Shagir 6 : 174, hadits nomor 7298]
Dan dalam riwayat Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Diantara tanda-tanda telah dekatnya kiamat ialah
orang-orang bermegah-megahan dalam membangun masjid”. [Sunan Nasa’i 2 :
32 dengan syarah As-Suyuti. Al-Albani mengesahkannya dalam Shahih
Al-Jami’ush Shaghir 5 : 213, nomor 5771, Shahih Ibnu Khuzaimah 2 : 282,
hadits nomor 1322-1323 dengan tahqiq Dr Muhammad Musthafa Al-A’zhami.
Beliau berkata “Isnadnya shahih”]
Al-Bukhari berkata : Anas berkata, “Orang-orang bermegah-megahan
dalam membangun masjid, kemudian mereka tidak memakmurkannya kecuali
hanya sedikit. Maka yang dimaksud dengan At-Tabaahii (bermegah-megahan)
ialah bersungguh-sungguh dalam memperindah dan menghiasinya”.
Ibnu Abbas berkata , “Sungguh kalian akan memperindah dan
menghiasinya sebagaimana orang-orang Yahudi dan Nasrani memperindah dan
menghiasi tempat ibadah mereka” [Shahih Bukhari, Kitab Ash-Shalah, Bab
Bunyanil Masajid 1 : 539]
Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu melarang menghiasi masjid dan
memperindahnya, karena yang demikian itu dapat mengganggu shalat
seseorang. Dan ketika beliau memerintahkan merehab Masjid Nabawi,
beliau berkata, “Lindungilah manusia dari hujan, dan janganlah engkau
beri warna merah atau kuning karena akan memfitnah (mengganggu)
manusia” [Shahih Bukhari 1 : 539]
Mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada Umar, karena orang-orang
tidak mau menerapkan wasiatnya, bahkan mereka tidak hanya memberi warna
merah atau kuning, tapi sudah lebih dari itu hingga mengukir dan
melukis masjid seperti melukis pakaian. Dan para Raja dan Khalifah
sudah bermegah-megahan dalam membangun masjid sehingga sangat
mengagumkan. Masjid-masjid yang dibangun dengan kemegahan semacam itu
sebagaimana yang ada di Syam, Mesir, Maroko, Andalus dan sebagainya.
Dan sampai sekarang kaum muslimin senatiasa berlomba-lomba dan
bermegah-megahan dalam memperindah dan menghiasi masjid.
Tidak disangsikan lagi bahwa memperindah, menghiasi dan
bermegah-megahan dalam membangun masjid termasuk perbuatan
berlebih-lebihan dan mubadzir. Padahal, memakmurkan masjid itu adalah
dengan melaksanakan ketaatan dan berdzikir di dalamnya, dan cukuplah
bagi manusia sekiranya mereka sudah terlindung dari panas dan hujan di
dalam masjid. Sungguh diancam dengan kehancuran apabila masjid-masjid
sudah diperindah dan mushaf-mushaf sudah dihiasi sedemikian rupa.
Al-Hakim At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata.
“Artinya : Apalagi kamu sudah menghiasi (memperindah) masjid-masjidmu dan mushaf-mushafmu, maka kehancuran akan menimpamu” [1]
Al-Munawi [2] berkata , “Maka memperindah masjid dan menghiasi
mushaf itu terlarang, sebab dapat menggoda hati dan menghilangkan
kekhusyu’an, perenungan, dan perasaan hadir di hadapan Allah Ta’ala.
Menurut golongan Syafi’iyah, menghiasi masjid atau Ka’bah dengan emas
atau perak adalah haram secara mutlak, dan dengan selain emas dan perak
hukumnya makruh” [Faidhul Qadir 1 : 367]
____________________
Foote Note :
[1] Shahih Al-Jami Ash-Shagir 1 : 220, hadit nomor 599, Al-Albani berkata, “Isnadnya hasan”. Dan beliau menyebutkan dalam kitab Silsilatul Ahaditsish Shahihah 3 : 337, hadit nomor 1351 bahwa hadist ini diriwayatkan oleh Al-Hakim At-Tirmidzi dalam kitab Al-Akyas Wal-Mughtarrin, halaman 78 dari Abu Darda secara marfu.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dengan mendahulukan dan mengakhirinya (membalik susunannya) dalam Kitab Az-Zuhdi halaman 275, hadits nomor 797 dengan tahqiq Habibir-Rahman Al-Azhami. Dan Al-Bani menyebutkan isnad Ibnu Mubarak dalam As-Silsilah dengan mangatakan, ‘Ini adalah isnad yang perawi-perawinya adalah perawi-perawi kepercayaan, perawi-perawi Muslim, tetapi saya tidak tahu apakah Bakar bin Suwadah (yang meriwayatkan dari Abu Darda) ini mendengar dari Abu Darda’ atau tidak ?” Hadits ini disebutkan oleh Al-Baghawi dalam Syarah As-Sunnah 2 ; 350 dan beliau menisbatkannya kepada Abu Darda’.
As-Suyuthi menisbatkannya di dalam Al-Jami’ush Shagir halaman 27 kepada Al-Hakim dan Abu Darda’ dan memberi siyarat dha’if. Demikian pula Al-Munawi mendhaifkannya dalam Faidhul Qadir 1 ; 367, hadits nomor 658.
[2] Belaiu adalah Zainuddin Muhammad bin Abdur Ra’uf bin Tajul Arifin bin Ali bin Zainul Abidin Al-Haddadi Al-Munawi. Beliau memiliki delapan buah karangan, terutama dalam bidang hadits, biografi, dan sejarah. Beliau wafat di Kairo pada tahun 1031H. Semoga Allah merahmati beliau. Lihat Al-A’lam 6 : 204
0 komentar:
Posting Komentar