Secara geografis, Jambi tidak Terpisah dari wilayah Nusantara sebagai satu kesatuan. Oleh karenanya, proses kedatangan Islam ke Indonesia sangat berkaitan dengan kedatangan Islam ke Jambi. Kehadiran para pedagang Islam yang singgah di berbagai pelabuhan sepanjang pesisir timur pulau Sumatra, yang merupakan satu-satunya jalur paling strategis pelayaran perdagangan Timur Tengah–India–Tiongkok dan sebaliknya, menjadikan daerah-daerah yang berada di sepanjang pesisir timur pulau Sumatera dan sepanjang Selat Malaka memiliki peran penting, karena di daerah-daerah tersebut seluruh kapal dapat singgah guna mendapatkan suplai air minum dan barang-barang perbekalan lainnya.
Agama Islam diyakini telah hadir di Jambi sekitar abad 7 M dan berkembang menjadi agama kerajaan setelah abad 13 M. Orang Parsi (Iran), Turki dan bangsa Arab lainnya telah hadir di pantai timur Jambi (Bandar Muara sabak) sekitar abad 1 H (abad 7 M). Dalam catatan I-Tsing disebutkan bahwa sewaktu ia mengunjungi Melayu (Mo-lo-yeu), ia menumpang kapal Persia (Iran). Pada masa itu di Iran, agama Islam telah menyebar dalam masyarakatnya. Walaupun perkiraan kehadiran Islam di Jambi sekitar abad 7 M namun penyebarannya masih terbatas pada segelintir orang tertentu saja, terutama di kalangan rakyat pedagang di sekitar kota pelabuhan dan bandar-bandar.
Proses Simbiosis dan akulturasi Islam dengan masyarakat Jambi berlangsung cukup lama dalam suasana damai tanpa kekerasan bahkan ajaran Islam melekat dalam kehidupan masyarakat Melayu Jambi seperti tergambar dalam adagium “Adat bersendikan syarak, Syarak bersendikan kitabullah”.
Dalam proses Islamisasi di Jambi peran Alawiyin cukup dominan bahkan memegang tampuk penggerak kerena sejak peralihan kerajaan Melayu kuno ke Melayu Islam, dimana Raja-Raja atau penguasanya adalah keturunan langsung Akhmad Barus II.
Achmad Barus II dipanggil oleh masyarakat Jambi dengan sebutan Datuk Paduko Berhalo. Ia adalah putra Sultan Turki bernama Sultan Saidina Zainal Abidin, dari keturunan ke-7 silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW (keturunan dari Husin bin Fatimah binti Rasulullah SAW). Dalam sejarah Jambi disebutkan bahwa Datuk Paduko Berhalo menikah dengan Tuan Puteri Selaro Pinang Masak yang merupakan seorang raja putri yang berkuasa di Ujung Jabung dan melahirkan banyak keturunan yaitu:
Orang Kayo Hitam selama hidupnya melakukan banyak hal dan berjasa bagi Islam di Jambi. Salah satu di antaranya adalah mengislamkan penduduk Jambi seperti tertulis di dalam Pasal 36 Piagam Jambi.
Terjemahannya:
Pasal yang tiga puluh enam: Pri menyatokan awal Islam di Jambi zaman Orang Kayo Hitam bin Datuk Paduko Berhalo yang mengislamkannyo. Kepado hijrat Nabi Sallallahi Alaihi Wassalam 700 tahun kepado tahun Alif bilangan Syamsiah, dan kepado sehari bulan Muharam, hari Kemis, pada waktu zuhur, maso itulah awal Islam di Jambi mengucap duo kalimat Syahadat, sembahyang limo waktu, puaso sebulan ramadhan, zakat dan fitrah, barulah berdiri rukun Islam yang limo.
Metode penyebaran Islam yang diterapkan oleh Orang Kayo Hitam adalah melalui kinerja pegawai syarak. Di setiap dusun diangkat oleh raja pegawai syarak dan di dusun-dusun yang tergolong besar diangkat pula seorang kadi. Pegawai syarak tersebut adalah sebagai berikut:
Kejayaan kebudayaan Melayu Islam Jambi dimulai masa pemerintahan Sultan Abdul Kahar (1615–1643 M). Pada masa kejayaannya maka kebudayaan Melayu Islam mampu menggantikan posisi kebudayaan Melayu Budhis sebagai pusat ide dan inspirasi masyarakat. Dalam perkembangannya ternyata pengaruh Islam sangat mendalam tertanam di hati dan jiwa orang Melayu Jambi mencakup segala aspek kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik dan pemerintahan, kepercayaan, hukum adat, pendidikan, bahasa, dan adat istiadat.
Perdagangan lada merupakan komoditas yang sangat menguntungkan. Pada mulanya pihak kesultanan (yang juga bertindak sebagai pengumpul dan penjual) melakukan perdagangan dengan orang-orang Portugis, perusahaan dagang Inggris dan juga Hindia Timur Belanda. Para perusahaan dagang tersebut juga melibatkan orang-orang Cina, Melayu, Bugis dan Jawa. Dari monopoli perdagangan dan bea Impor Ekspor inilah para Sultan Jambi menjadi kaya dan membiayai perjalanan Pemerintahannya. Dengan posisi demikian Jambi ikut berperan aktif dalam hubungan Internasional,
Pada tahun 1670 an keperkasaan Jambi sebanding dengan Palembang dan Johor. Kondisi inilah yang menarik para pedagang dan ulama datang ke Jambi, diantaranya Al-Habib Husen setelah beberapa saat tinggal di Malaka atau Johor yang sekaligus membekali dengan kemampuan berbahasa Melayu yang merupakan media pengikat dengan masyarakat Jambi. Ada juga informasi bahwa Al-Habib Husen sebelum ke Jambi beliau menetap dan kawin di Palembang. Beberapa tahun kemudian baru pindah dan menetap di Pecinan Seberang Kota Jambi.
Al-Habib Husen bin Ahmad Baragbah yang juga di kenal sebagai Tuanku Keramat Tambak, juga merupakan kuturunan dari Rasulullah SAW. Silsilah beliau yaitu: Said Husen bin Abdurrahman bin Umar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Al Faqih Al Muqaddam bin Muhammad bin Ali Ba`alawi bin Muhammad bin Shohibu Marbat bin Ali Al Khali Qosam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Abdullah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad An wajib bin Ali al_Uraidhi bin Ja`far As-shodig bin Muhammad Al_Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fatimah binti Rasulillah SAW.
Dari silsilah nama ini tampak jelas ada hubungan leluhur lansung dengan Akhmad Salim/Akhmad Barus. Berarti Said Husain juga adalah Alawiyin yang menyebarkan agama islam di Jambi.
Kehadiran Said Husin bin Ahmad Baragbah bersama anaknya bernama Said Qosim tinggal di kampung Arab Melayu. Selama 35 tahun ia menurunkan ilmu ajaran Islam dan setelah wafat di tahun 1173 H (1743 M) di lanjutkan oleh anak dan para muridnya. Makamnya di perkuburan khusus keturunan Ahlul Bait Rasulullah SAW di Tahlul Yaman yang dikenal juga sebagai makam Keramat Tambak. Nama Tambak di lekatkan di sana karena makam ini di tinggikan dengan penimbunan tanah yang disebut masyarakat sebagai Tambak. Sayyid Qosim wafat di tahun 1186 H (1756 M) dan di makamkan di samping makam ayahnya.
Agama Islam diyakini telah hadir di Jambi sekitar abad 7 M dan berkembang menjadi agama kerajaan setelah abad 13 M. Orang Parsi (Iran), Turki dan bangsa Arab lainnya telah hadir di pantai timur Jambi (Bandar Muara sabak) sekitar abad 1 H (abad 7 M). Dalam catatan I-Tsing disebutkan bahwa sewaktu ia mengunjungi Melayu (Mo-lo-yeu), ia menumpang kapal Persia (Iran). Pada masa itu di Iran, agama Islam telah menyebar dalam masyarakatnya. Walaupun perkiraan kehadiran Islam di Jambi sekitar abad 7 M namun penyebarannya masih terbatas pada segelintir orang tertentu saja, terutama di kalangan rakyat pedagang di sekitar kota pelabuhan dan bandar-bandar.
Proses Simbiosis dan akulturasi Islam dengan masyarakat Jambi berlangsung cukup lama dalam suasana damai tanpa kekerasan bahkan ajaran Islam melekat dalam kehidupan masyarakat Melayu Jambi seperti tergambar dalam adagium “Adat bersendikan syarak, Syarak bersendikan kitabullah”.
Dalam proses Islamisasi di Jambi peran Alawiyin cukup dominan bahkan memegang tampuk penggerak kerena sejak peralihan kerajaan Melayu kuno ke Melayu Islam, dimana Raja-Raja atau penguasanya adalah keturunan langsung Akhmad Barus II.
Achmad Barus II dipanggil oleh masyarakat Jambi dengan sebutan Datuk Paduko Berhalo. Ia adalah putra Sultan Turki bernama Sultan Saidina Zainal Abidin, dari keturunan ke-7 silsilah keturunan Nabi Muhammad SAW (keturunan dari Husin bin Fatimah binti Rasulullah SAW). Dalam sejarah Jambi disebutkan bahwa Datuk Paduko Berhalo menikah dengan Tuan Puteri Selaro Pinang Masak yang merupakan seorang raja putri yang berkuasa di Ujung Jabung dan melahirkan banyak keturunan yaitu:
- Orang Kayo Pingai
- Orang Kayo Kedataran
- Orang Kayo Hitam
- Orang kayo Gemuk
Orang Kayo Hitam selama hidupnya melakukan banyak hal dan berjasa bagi Islam di Jambi. Salah satu di antaranya adalah mengislamkan penduduk Jambi seperti tertulis di dalam Pasal 36 Piagam Jambi.
Terjemahannya:
Pasal yang tiga puluh enam: Pri menyatokan awal Islam di Jambi zaman Orang Kayo Hitam bin Datuk Paduko Berhalo yang mengislamkannyo. Kepado hijrat Nabi Sallallahi Alaihi Wassalam 700 tahun kepado tahun Alif bilangan Syamsiah, dan kepado sehari bulan Muharam, hari Kemis, pada waktu zuhur, maso itulah awal Islam di Jambi mengucap duo kalimat Syahadat, sembahyang limo waktu, puaso sebulan ramadhan, zakat dan fitrah, barulah berdiri rukun Islam yang limo.
Metode penyebaran Islam yang diterapkan oleh Orang Kayo Hitam adalah melalui kinerja pegawai syarak. Di setiap dusun diangkat oleh raja pegawai syarak dan di dusun-dusun yang tergolong besar diangkat pula seorang kadi. Pegawai syarak tersebut adalah sebagai berikut:
- Imam Masjid
- Khotib
- Bilal
- Mudim
- Kadi (Hakim Agama)
Kejayaan kebudayaan Melayu Islam Jambi dimulai masa pemerintahan Sultan Abdul Kahar (1615–1643 M). Pada masa kejayaannya maka kebudayaan Melayu Islam mampu menggantikan posisi kebudayaan Melayu Budhis sebagai pusat ide dan inspirasi masyarakat. Dalam perkembangannya ternyata pengaruh Islam sangat mendalam tertanam di hati dan jiwa orang Melayu Jambi mencakup segala aspek kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik dan pemerintahan, kepercayaan, hukum adat, pendidikan, bahasa, dan adat istiadat.
Perdagangan lada merupakan komoditas yang sangat menguntungkan. Pada mulanya pihak kesultanan (yang juga bertindak sebagai pengumpul dan penjual) melakukan perdagangan dengan orang-orang Portugis, perusahaan dagang Inggris dan juga Hindia Timur Belanda. Para perusahaan dagang tersebut juga melibatkan orang-orang Cina, Melayu, Bugis dan Jawa. Dari monopoli perdagangan dan bea Impor Ekspor inilah para Sultan Jambi menjadi kaya dan membiayai perjalanan Pemerintahannya. Dengan posisi demikian Jambi ikut berperan aktif dalam hubungan Internasional,
Pada tahun 1670 an keperkasaan Jambi sebanding dengan Palembang dan Johor. Kondisi inilah yang menarik para pedagang dan ulama datang ke Jambi, diantaranya Al-Habib Husen setelah beberapa saat tinggal di Malaka atau Johor yang sekaligus membekali dengan kemampuan berbahasa Melayu yang merupakan media pengikat dengan masyarakat Jambi. Ada juga informasi bahwa Al-Habib Husen sebelum ke Jambi beliau menetap dan kawin di Palembang. Beberapa tahun kemudian baru pindah dan menetap di Pecinan Seberang Kota Jambi.
Al-Habib Husen bin Ahmad Baragbah yang juga di kenal sebagai Tuanku Keramat Tambak, juga merupakan kuturunan dari Rasulullah SAW. Silsilah beliau yaitu: Said Husen bin Abdurrahman bin Umar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Al Faqih Al Muqaddam bin Muhammad bin Ali Ba`alawi bin Muhammad bin Shohibu Marbat bin Ali Al Khali Qosam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Abdullah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad An wajib bin Ali al_Uraidhi bin Ja`far As-shodig bin Muhammad Al_Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fatimah binti Rasulillah SAW.
Dari silsilah nama ini tampak jelas ada hubungan leluhur lansung dengan Akhmad Salim/Akhmad Barus. Berarti Said Husain juga adalah Alawiyin yang menyebarkan agama islam di Jambi.
Kehadiran Said Husin bin Ahmad Baragbah bersama anaknya bernama Said Qosim tinggal di kampung Arab Melayu. Selama 35 tahun ia menurunkan ilmu ajaran Islam dan setelah wafat di tahun 1173 H (1743 M) di lanjutkan oleh anak dan para muridnya. Makamnya di perkuburan khusus keturunan Ahlul Bait Rasulullah SAW di Tahlul Yaman yang dikenal juga sebagai makam Keramat Tambak. Nama Tambak di lekatkan di sana karena makam ini di tinggikan dengan penimbunan tanah yang disebut masyarakat sebagai Tambak. Sayyid Qosim wafat di tahun 1186 H (1756 M) dan di makamkan di samping makam ayahnya.
Bersambung ......
Sejarah Perkembangan Islam Di Jambi Bag.2
Sejarah Perkembangan Islam Di Jambi Bag.2
0 komentar:
Posting Komentar