Guru H. Abdul Qodir bin Guru H. Ibrahim (disingkat Guru Qodir) dilahirkan di Kampung Tengah Jambi, pada tahun 1914 M bersamaan dengan 18 Safar 1332 H. la terlahir sabagai anak seorang ulama terkenal di Jambi bernama Guru H. Ibrahim bin Syekh Abdul Majid al-Jambi bin K.H. M Yusuf bin’Abid bin Jantan Bergelar Sri Penghulu, seorang pelopor pendidikan dan tokoh pendiri oraganisasi Tsamaratul Insan. la wafat pada hari Jumat 10 juli 1970 di Jakarta.
Dapat disebutkan bahwa Guru Qodir adalah seorang Auto-Didact yang menjadi orang dengan tenaga sendiri. Ia tidak pernah memperoleh pendidikan yang sistematis umpamanya dengan memasuki suatu lembaga atau Madrasah hingga beberapa tahun, la hanya belajar selama 4 tahun di Pondok Pesantren Nurul Iman.
Pengetahuannya banyak diperoleh dengan belajar sendiri dan membaca kitab. Selain itu Ia banyak bertanya dan berdiskusi dengan para ulama-ulama yang datang berkunjung ke Jambi, di antaranya adalah:
- Syekh Hasan Al-Yamani untuk memperdalam ilmu Ushul Fiqh.
- Syekh 'Arif At-Tabulisy (seorang hakim tentara Turki) dalam ilmu Falak.
- Syekh al-Maliki (seorang mufti Mekkah).
- Syekh Mahmud Bukhari.
Mulai pada usia 13 tahun, ia dipercayakan untuk menjadi tenaga pengajar bantu di Pondok Pesantren Nurul Iman. Dalam tahun 1944 sampai tahun 1948 karirnya menanjak, sehingga dipercayakan menjadi Mudir Madrasah Nurul Iman.
Namun pada penghujung kepemimpinanya sebagai mudir terjadi perselisihan pendapat dengan guru-guru di Pondok Pesantren. Perselisihan pendapat di atas, mengakibatkan terjadinya dua kelompok, baik kelompok guru-guru maupun para santri di Madrasah tersebut. Sebagian kelompok tetap setia kepada beliau dan sebagian yang lain tetap tinggal di Pondok Pesantren. Melihat keadaan itu, sekitar tahun 1948, Guru Qadir mengusahakan tempat belajar-mengajar bagi santri-santri dan para guru yang sependapat dengan beliau. Langgar Putih menjadi alternatif tempat belajar-mengajar tersebut. Pengajaran agama yang dilakukan di langgar ini maju cukup pesat sehingga tidak cukup untuk menampung santri-santri yang belajar.
Pada tahun 1950-1951 beliau mengusahakan sebuah lembaga pendidikan yang dapat menampung santri-santri yang belajar tersebut. Guru Qadir dan beberapa orang santri dan terman- temannya mendirikan sebuah Madrasah yang bernama As'ad di Kampung Olak Kemang. Madrasah ini tetap eksis sampai sekarang yang terkenal dengan Pondok Pesantren As'ad.
Guru Qadir termasuk orang yang produktif dalam menulis antara lain buku teks tentang Tauhid dan Nahwu. Karyanya dalam ilmu Tauhid adalah kitab "Mughni al-Awam", merupakan. kitab teks yang dipelajari di Madrasah As'ad sampai sekarang. Kitab ini berupa kitab elementer bagi pemula atau. anak-anak dalam mempelajari Tauhid yang ditulisnya pada Jumadil al-Awwal 1369 H. Tulisan ini berisikan tentang Rukun Islam, Rukun Iman, pengetahuan tentang silsilah Nabi Muhammad SAW, dan tentang akidah lima puluh. Kitab ini tersusun dengan berbentuk syair-yair dalam bahasa Melayu yang singkat sehingga mudah dihafal oleh anak-anak.
Kitab berikutnya yang disusun bersamaan dengan kitab sebelumnya adalah "Riadh al-Shibyan". Sebuah kitab kecil yang terdiri dari beberapa bait syair dalam bahasa Melayu. Tulisan ini berisikan kaidah-kaidah Nahwu dalam kitab Matan al-Ajrumiyyah. Kitab ini agak singkat sehingga mudah di hafal oleh anak-anak dan menjadi kitab teks di Madrasah As'ad.
Pada masa Agresi Belanda II terjadi, banyak tentara kita yang gugur dalam perang karena kekurangan alat persenjataan dan makanan. Suatu ketika, ada tentara Indonesia yang datang kerumah beliau dan diberi nasehat juga do’a. Untuk menambah semangat para pejuang, beliau mengarang lagu “Al Huriyyah” yang artinya “kemerdekaan”. Sejarah perjuangan beliau dapat dilihat di Korem Garuda Putih Jambi dan menurut putra beliau, K.H Nadjmi Qodir dapat juga dilihat di Tugu Juang Sipin Ujung, Jambi.
Selain jabatan tersebut di atas, Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia Propinsi Jambi dari tahun 1957 sampai tahun 1970 Yang sebelumnya tahun 1955-1956 menjabat sebagai Ketua "Majelis Ulama Sumatera Tengah Tahun 1962-1968, pernah juga menjabat sebagai Ketua Mahkamah Syari'ah Jambi.
Dalam masalah pendidikan, Guru Qadir sangat memperhatikan bidang ini. Tercatat bahwa Ia memperjuangkan pendidikan bagi kaum wanita di Jambi dengan membuka Madrasah Tsanawiyah Putri di Madrasah As'ad pada tahun 1960. Tahun 1967, Karena dia menerapkan hadits menuntut ilmu itu wajib bagi kaum laki-laki dan perempuan dan ini pun mendapat tantangan tetapi akhirnya dapat diterima oleh masyarakat. Pondok inilah yang menjadi Pondok Pesantren Modern pertama di Provinsi Jambi. Selain itu dia juga mengusahakan dan mempelopori berdirinya IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan sekaligus menjabat sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin.
Dalam tahun 1960-an, untuk bidang seni dan budaya la memfatwakan dibutuhkannya pengantin wanita dan pria untuk memakai pakaian adat yang sebelumnya hanya dibolehkan memakai pakaian khas.
Tahun 1970 merupakan tahun yang cukup menyedihkan bagi masyarakat Jambi, karena pada tahun itu beliau meninggal dengan tenang di Jakarta. Beliau telah banyak berjasa khususnya bagi kemajuan Pendidikan Islam di Jambi.
Namun pada penghujung kepemimpinanya sebagai mudir terjadi perselisihan pendapat dengan guru-guru di Pondok Pesantren. Perselisihan pendapat di atas, mengakibatkan terjadinya dua kelompok, baik kelompok guru-guru maupun para santri di Madrasah tersebut. Sebagian kelompok tetap setia kepada beliau dan sebagian yang lain tetap tinggal di Pondok Pesantren. Melihat keadaan itu, sekitar tahun 1948, Guru Qadir mengusahakan tempat belajar-mengajar bagi santri-santri dan para guru yang sependapat dengan beliau. Langgar Putih menjadi alternatif tempat belajar-mengajar tersebut. Pengajaran agama yang dilakukan di langgar ini maju cukup pesat sehingga tidak cukup untuk menampung santri-santri yang belajar.
Pada tahun 1950-1951 beliau mengusahakan sebuah lembaga pendidikan yang dapat menampung santri-santri yang belajar tersebut. Guru Qadir dan beberapa orang santri dan terman- temannya mendirikan sebuah Madrasah yang bernama As'ad di Kampung Olak Kemang. Madrasah ini tetap eksis sampai sekarang yang terkenal dengan Pondok Pesantren As'ad.
Guru Qadir termasuk orang yang produktif dalam menulis antara lain buku teks tentang Tauhid dan Nahwu. Karyanya dalam ilmu Tauhid adalah kitab "Mughni al-Awam", merupakan. kitab teks yang dipelajari di Madrasah As'ad sampai sekarang. Kitab ini berupa kitab elementer bagi pemula atau. anak-anak dalam mempelajari Tauhid yang ditulisnya pada Jumadil al-Awwal 1369 H. Tulisan ini berisikan tentang Rukun Islam, Rukun Iman, pengetahuan tentang silsilah Nabi Muhammad SAW, dan tentang akidah lima puluh. Kitab ini tersusun dengan berbentuk syair-yair dalam bahasa Melayu yang singkat sehingga mudah dihafal oleh anak-anak.
Kitab berikutnya yang disusun bersamaan dengan kitab sebelumnya adalah "Riadh al-Shibyan". Sebuah kitab kecil yang terdiri dari beberapa bait syair dalam bahasa Melayu. Tulisan ini berisikan kaidah-kaidah Nahwu dalam kitab Matan al-Ajrumiyyah. Kitab ini agak singkat sehingga mudah di hafal oleh anak-anak dan menjadi kitab teks di Madrasah As'ad.
Pada masa Agresi Belanda II terjadi, banyak tentara kita yang gugur dalam perang karena kekurangan alat persenjataan dan makanan. Suatu ketika, ada tentara Indonesia yang datang kerumah beliau dan diberi nasehat juga do’a. Untuk menambah semangat para pejuang, beliau mengarang lagu “Al Huriyyah” yang artinya “kemerdekaan”. Sejarah perjuangan beliau dapat dilihat di Korem Garuda Putih Jambi dan menurut putra beliau, K.H Nadjmi Qodir dapat juga dilihat di Tugu Juang Sipin Ujung, Jambi.
Selain jabatan tersebut di atas, Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia Propinsi Jambi dari tahun 1957 sampai tahun 1970 Yang sebelumnya tahun 1955-1956 menjabat sebagai Ketua "Majelis Ulama Sumatera Tengah Tahun 1962-1968, pernah juga menjabat sebagai Ketua Mahkamah Syari'ah Jambi.
Dalam masalah pendidikan, Guru Qadir sangat memperhatikan bidang ini. Tercatat bahwa Ia memperjuangkan pendidikan bagi kaum wanita di Jambi dengan membuka Madrasah Tsanawiyah Putri di Madrasah As'ad pada tahun 1960. Tahun 1967, Karena dia menerapkan hadits menuntut ilmu itu wajib bagi kaum laki-laki dan perempuan dan ini pun mendapat tantangan tetapi akhirnya dapat diterima oleh masyarakat. Pondok inilah yang menjadi Pondok Pesantren Modern pertama di Provinsi Jambi. Selain itu dia juga mengusahakan dan mempelopori berdirinya IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan sekaligus menjabat sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin.
Dalam tahun 1960-an, untuk bidang seni dan budaya la memfatwakan dibutuhkannya pengantin wanita dan pria untuk memakai pakaian adat yang sebelumnya hanya dibolehkan memakai pakaian khas.
Tahun 1970 merupakan tahun yang cukup menyedihkan bagi masyarakat Jambi, karena pada tahun itu beliau meninggal dengan tenang di Jakarta. Beliau telah banyak berjasa khususnya bagi kemajuan Pendidikan Islam di Jambi.
Sumber :
- Source
- 4bronet.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar